Senin, 23 Desember 2013

Pertemuan TWGCC (9-12 Desember 2013)

Pada tanggal 9 – 12 Desember 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerja sama dengan World Health Organization (WHO) dan United Nations Environment Programme (UNEP) menyelenggarakan pertemuan “The Thematic Working Group on Climate Change, Ozone Depletion and Ecosystem Changes of The Regional Forum on Environment And Health In South-East And East Asian Countries (TWGCC)” bertempat di Hotel JW Marriot, Jakarta.

Kegiatan pertemuan TWGCC tersebut bertujuan untuk:
  1. menyampaikan pemutakhiran informasi tentang program da nkegiatan yang sudah dilaksanakan terkait dengan perubahan iklim dan kesehatan;
  2. membahas tentang hasil COP19 yang terkait dengan perubahan iklim dan kesehatan;
  3. melakukan review terhadap rencana kerja TWGCC dan menyusun peta jalan untuk memperkuat kolaborasi regional;
  4. mencari peluang pendanaan utnuk peta jalan yang akan disusun; dan
  5. meningkatkan kegiatan kampanye dan pelatihan bagi negara anggota.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh delegasi (environment and health officers) negara-negara anggota TWGCC, meliputi Brunei Darussalam, Kamboja, Cina, Indonesia, Laos, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Filipina, Republik Korea, Thailand, dan Vietnam; delegasi negara pengamat, meliputi Bangladesh, Bhutan, Kiribati, Nepal, Samoa, Solomon Islands, Timor Leste, dan Vanuatu; duta besar Swiss; pengamat organisasi internasional dan kerjasama bilateral; dan narasumber dari berbagai institusi. Narasumber tersebut antara lain:
  1. Prof. Masahiro Nashizume (Nagasaki University, Jepang);
  2. Prof. Hae-Kwan Cheong (Sungkyunkwan University, Korea);
  3. Dr. Ram Lal Verma (AIT-UNEP Regional Resource Centre for Asia and the Pacific, Thailand);
  4. Dr. Kristie L. Ebi;
  5. Dr. Simon Hales; dan
  6. Prof. Dr. Rizaldi Boer (CCROM, Indonesia).
Kegiatan pada hari pertama diisi dengan presentasi dari negara-negara anggota tentang kondisi perubahan iklim dan upaya yang telah dilakukan dalam melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim yang dihadapi, khususnya terkait dengan bidang lingkungan dan kesehatan. Materi dari narasumber disampaikan secara tersebar dari hari pertama hingga hari ketiga. Pada hari kedua, peserta dari negara anggota maupun negara pengamat melakukan diskusi secara berkelompok tentang fokus prioritas dan tantangan dalam menghadapi perubahan iklim di negara masing-masing. Peserta juga mendiskusikan kebutuhan negara masing-masing terkait dengan adaptasi perubahan iklim untuk sektor kesehatan. Pada hari ketiga, setiap kelompok menyajikan hasil diskusinya untuk saling bertukar informasi. Kegiatan pada hari keempat diisi dengan perumusan rencana kegiatan TWGCC di masa mendatang dan rekomendasi dari pertemuan yang telah dilakukan untuk diinformasikan kepada pemangku kepentingan (pemerintah dan di negara masing-masing.

Berikut adalah rekomendasi dari pertemuan TWGCC pada 9 – 12 Desember 2013 dalam meningkatkan perhatian negara masing-masing terhadap isu perubahan iklim dan dampaknya terhadap kesehatan.
  1. Mengintegrasikan aspek lingkungan dan kesehatan dalam menyusun kebijakan dan program terkait perubahan iklim pada sektor lingkungan dan kesehatan, lalu mengintegrasikannya ke dalam kebijakan, strategi, peraturan, dan strategi adaptasi nasional;
  2. Memberikan dukungan yang diperlukan untuk menjamin implementasi rencana kegiatan TWGCC;
  3. Meningkatkan keterlibatan aspek kesehatan masyarakat dalam proses perubahan iklim pada tingkat nasional, regional, dan internasional dengan cara:
    • mengembangkan strategi adaptasi nasional sektor kesehatan secara komprehensif sesuai dengan prioritas adaptasi jangka menengah dan jangka panjang
    • mempromosikan aspek kesehatan dan melaporkan keuntungan tambahan dari kebijakan dan tindakan mitigasi yang dilakukan pada tingkat nasional kepada UNFCCC;
    • mengajukan kepada UNFCCC untuk mempertimbangkan rekomendasi pertemuan ini dan memasukkannya ke dalam laporan UNFCCC kepada anggota sesuai dengan permintaan anggota pada CoP19 terkait masukan tambahan pada sektor kesehatan di bawah Nairobi Work Programme untuk adaptasi perubahan iklim;
    • meminta representasi dari ahli kesehatan terkait dengan mekanisme dukungan teknis kepada UNFCCC, termasuk Least Developed Countries Expert Group (LEG), untuk melibatkan ahli kesehatan masyarakat yang dimiliki oleh masing-masing anggota;
    • mengajukan kepada Green Climate Fund (GEF) untuk mempertimbangkan kemungkinan pembukaan aliran dana spesifik untuk adaptasi sektor kesehatan;
    • mengajukan kepada focal point dari GEF politis dan operasional di negara masing-masing untuk merekomendasikan GEF dalam menjamin memadainya pembahasan isu kesehatan dalam komunikasi nasional;
  4. Menggalakkan dan meningkatkan kepedulian terhadap hasil temuan WHO Synthesis Report on Climate Change and Health in the West-Pacific Region dan juga laporan dan penelitian terkait lainnya di wilayah Asia Pasifik, khususnya di negara-negara anggota RFEH;
  5. Mengupayakan pencapaian tujuan RFEH terkait penguatan dalam pengaturan kelembagaan dan kerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kesehatan di tingkat nasional, pembentukan atau penguatan lembaga-lembaga bidang kesehatan dan lingkungan, meningkatkan pertukaran pengalaman dan pembelajaran di antara negara-negara anggota, termasuk dalam meningkatkan kajian dampak kesehatan dan lingkungan sebagai instrumen dalam mempertimbangkan dampak kesehatan dari seluruh kebijakan dan program adaptasi dan mitigasi;
  6. Membangun atau memperkuat sistem surveillance kesehatan dan lingkungan sehingga memungkinkan pengukuran dampak kesehatan dan lingkungan yang saling terhubung satu sama lain, serta untuk mengidentifikasi risiko yang mungkin muncul;
  7. Mengevaluasi keuntungan kebijakan mitigasi untuk sektor kesehatan, termasuk keuntungan tambahan yang dapat dicapai dengan cara mengurangi pencemaran udara bersamaan dengan mengurangi emisi gas rumah kaca;
  8. Di samping memperbaiki pelayanan kesehatan, negara anggota juga perlu meningkatkan ketahanan kesehatan dan berkontribusi dalam menghijaukan pelayanan kesehatan dan fasilitasnya denggan cara memperbaiki akses energi dan efisiensi energi, air dan sanitasi, dan manajemen limbah di sektor kesehatan;
  9. Mengembangkan atau memperbarui kerangka kerja operasional pada skala nasional, sub-regional, dan regional dalam membangun sistem kesehatan yang tahan terhadap perubahan iklim sehingga dampak kesehatan dari variabilitas dan perubahan iklim dapat ditangani dengan lebih baik, dan untuk menjamin bahwa sistem kesehatan mampu mengantisipasi, merespon, menangani, memulihkan diri, dan beradaptasi terhadap shock dan stres terkait iklim, termasuk juga dalam menciptakan perbaikan yang berkelanjutan untuk kesehatan masyarakat terlepas dari kondisi iklim yang tidak stabil;
  10. Memberikan dukungan terhadap penguasaan pengetahuan dan manajemen di bidang adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sektor kesehatan, khususnya melalui peningkatan kajian aplikatif di tingkat lokal, sub-regional, dan regional, bersamaan dengan menjamin koordinasi publikasi scientific dan teknis untuk mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan dan prioritas penelitian, serta untuk mendukung pendidikan dan pelatihan pada berbagai level;
  11. Mengajukan kepada kelompok kerja perubahan iklim ASEAN untuk mempertimbangkan dampak kesehatan dari perubahan iklim dan menyelenggarakan pertemuan untuk membahas topik tersebut, termasuk perwakilan dari sektor-sektor yang dapat mempengaruhi kesehatan (antara lain pangan dan pertanian, air, energi, perumahan, dan perencanaan tata kota).
Dari pertemuan TWGCC juga diperoleh rekomendasi untuk WHO, UNEP, dan partner pembangunan lainnya, antara lain sebagai berikut.
  1. Membantu negara-negara anggota RFEH dan negara lainnya di Asia Pasifik untuk berbagi pengalaman, mengembangkan kapasitas, dan membangun mekanisme pemantauan dalam proses memenuhi komitmen yang dibuat pada pertemuan ini, melalui peer review, dalam rangka memberikan masukan kepada UNFCCC dan mengembangkan agenda pasca-2015;
  2. Mendukung implementasi rekomendasi ini, dan meningkatkan upaya advokasi dalam mobilisasi sumber daya dan memperoleh investasi tambahan untuk memperkuat strategi bidang kesehatan dan lingkungan;
  3. Memberikan dukungan teknis dalam penentuan komponen kesehatan dari rencana adaptasi nasional sehingga dapat tersusun rencana yang komprehensif dan dapat mengakomodasi prioritas adaptasi jangka menengah dan jangka panjang, antara lain melalui penerapan kerangka kerja operasional untuk membangun sistem kesehatan yang tahan terhadap iklim, workshop regional, dan penyediaan dukunngan dana tambahan sehingga rencana adaptasi nasional di bidang kesehatan dapat disusun dengan melibatkan juga pemangku kepentingan terkait di tingkat nasional;
  4. Memfasilitasi akses terhadap pendanaan yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan rencana adaptasi nasional bidang kesehatan (Health National Adaptation Plans; H-NAPs) melalui pembuatan repository online dari seluruh H-NAPs dan dokumen teknis terkait di tingkat nasional (contohnya Synthesis Report on Climate Change and Health in the West-Pacific dan penelitian terkait lainnya di wilayah Asia Tenggara).
Tempat pelaksanaan pertemuan TWGCC berikutnya masih dirundingkan oleh negara-negara anggota. Pertemuan tersebut kemungkinan akan dilaksanakan pada tahun 2015.


Kamis, 19 Desember 2013

Turun Salju di Kairo Dampak dari Perubahan Iklim.

Pemanasan global telah membuat penyimpangan iklim yang mulai dirasakan manusia. Kejadian aneh pun terjadi di Kairo. Pasalnya pada 13 Desember lalu, Kairo diselimuti saju akibat badai salju yang terjadi di Timur Tengah.

Cuaca aneh tersebut terjadi karena rendahnya curah hujan, dan suhu musim dingin yang selalu berada di atas titik beku. Salju merupakan suatu fenomena yang sangat tidak umum di Kairo. Kota ini sebenarnya pernah mengalami kejadian serupa pada satu abad yang lalu.

“Ini adalah yang pertama sejak bertahun lamanya,” ungkap Pejabat pusat Meteorlogi Kairo, Ali Abdelazim bahkan sangat terkejut dengan peristiwa tersebut.

Dilansir dari Huffington Post, ternyata tak semua penduduk Mesir senang dan gembira melihat salju yang tak pernah mereka temui sebelumnya. Pasalnya sejumlah pengungsi Suriah diwilayah tersebut harus berhadapan dengan udara yang sangat dingin, tetapi mereka hanya memiliki peralatan yang minim.

Kejadian langka ini ternyata tidak hanya terjadi di Mesir, kejadian ini juga pernah terjadi di Israel. Di tahun 1953 ketika cuaca dan badai ekstrim menghantam Israel, negara ini di terpa salju. Tetapi salju tersebut bukan membawa kegembiraan malah menyebabkan warga Israel harus mengungsi dan meninggalkan rumahnya.

Sumber: Yahoo.com

Kamis, 17 Oktober 2013

Sekilas Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang pada umumnya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. DBD dapat menyerang berbagai kalangan, tetapi biasanya DBD pada anak-anak menunjukkan gejala yang lebih ringan dibandingkan dengan DBD pada orang dewasa. Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi, perdarahan dan dapat menimbulkan renjatan (shock) dan kematian.

Sejak pertama kali ditemukannya DBD di Indonesia pada tahun 1968 di Surabaya, penyakit ini terus mengalami peningkatan kasus dan perluasan wilayah penyebaran. Pada tahun 1968 wilayah endemis DBD hanya 2 provinsi dan 2 kota, lalu pada tahun 2009 meningkat menjadi 32 provinsi dan 382 kab./kota. Jumlah kasus DBD pada tahun 1968 yang tercatat sebesar 58 kasus selanjutnya mengalami peningkatan yang cukup drastis mencapai 158.912 kasus pada tahun 2009.


Gambar 1. Angka insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun 1968–2009
(Sumber gambar: Ditjen PP dan PL Depkes RI [2009] dalam Kementerian Kesehatan [2010])
Beberapa penyebab meningkatnya kasus tersebut antara lain pesatnya tingkat urbanisasi sehingga menyebabkan bertambahnya kepadatan penduduk di wilayah perkotaan, kurangnya sistem pengendalian nyamuk yang efektif, dan melemahnya struktur kesehatan masyarakat. Perubahan iklim global juga ditengarai sebagai penyebab meningkatnya risiko penularan DBD karena perubahan iklim dapat menyebabkan perubahan bionomik vektor DBD, misalnya perubahan pada perilaku menggigit nyamuk dan memendeknya siklus hidup nyamuk dari telur hingga dewasa. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan peningkatan indeks curah hujan (ICH) selalu diikuti dengan peningkatan kasus DBD di beberapa provinsi di Indonesia.


Penyebab DBD

Virus Dengue

Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes sp. yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue tersebut memiliki empat jenis serotipe, yaitu Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Keempat serotipe virus Dengue dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Gambar 2. Struktur virus Dengue
(Sumber gambar: Kementerian Kesehatan RI, 2011)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Den-3 berkaitan erat dengan kasus DBD berat di Indonesia dan serotipe ini memiliki sebaran yang paling luas di antara ketiga serotipe lainnya, diikuti oleh Den-2, Den-1, dan Den-4. Infeksi dari salah satu serotipe virus Dengue pada manusia dapat menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut, tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap serotipe lainnya sehingga dapat terjadi infeksi lagi oleh serotipe lainnya.

Vektor DBD

Gambar 3. Nyamuk Aedes aegypti (kiri atas), jentik Aedes aegypti (kanan atas),dan daur hidup Aedes aegypti
(Sumber gambar: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/3e/Aedes_aegypti_feeding.jpg dan http://medent.usyd.edu.au/photos/pupa_larvae.jpg )
Vektor utama DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (Gambar 3), sementara Aedes albopictus merupakan vektor sekundernya. Nyamuk ini dapat ditemukan di seluruh wilayah Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Kedua jenis nyamuk tersebut merupakan tipe nyamuk pemukiman dengan habitat perkembangbiakan di air bersih (relatif jernih). Jentik nyamuk Ae. aegypti banyak ditemukan di penampungan air buatan di dalam rumah, seperti bak mandi, ember, vas bunga, dan kaleng bekas, meskipun jentik juga dapat ditemukan di luar rumah di wilayah perkotaan. Sementara itu, tempat perkembangbiakan Ae. albopictus pada umumnya adalah penampungan air alami di luar rumah, seperti lubang pohon dan potongan bambu, yang banyak ditemukan di wilayah pinggiran kota dan pedesaan. Ae. aegypti dan Ae. albopictus dapat menghisap darah hewan dan manusia untuk memenuhi kebutuhan darahnya, tetapi nyamuk tersebut cenderung lebih memilih menghisap darah manusia.


Mekanisme Penularan DBD

Gambar 4. Siklus DBD dari infeksi pada nyamuk hingga infeksi pada manusia
(Sumber: Kementerian Kesehatan RI, 2011)
Penularan DBD dimulai ketika terdapat nyamuk Aedes betina terinfeksi virus karena menghisap darah penderita yang sedang berada dalam fase viremia/demam akut (antara 2 hari sebelum panas hingga 5 hari setelah demam timbul). Selanjutnya nyamuk menjadi infektif setelah 8–12 hari menghisap darah penderita dan akan terus infektif selama hidupnya. Ketika nyamuk menggigit, virus tersebut lalu ditularkan melalui cairan ludah nyamuk kepada orang lain yang belum terinfaksi. Gejala awal penyakit, seperti demam, pusing, nyeri otot, dan hilangnya nafsu makan, akan timbul secara mendadak setelah masa inkubasi di tubuh manusia (sekitar 3 – 4 hari). Apabila penderita digigit oleh nyamuk Aedes pada masa viremia tersebut, nyamuk akan terinfeksi oleh virus dan siklus penularan akan berulang.


Gejala DBD

Gejala awal DBD tidak memiliki suatu tanda spesifik. Namun gejala tersebut dapat berupa panas tinggi tanpa sebab yang jelas dan muncul secara mendadak. Panas tersebut sepanjang hari selama 2–7 hari disertai dengan badan lemah/lesu dan nyeri ulu hati. Pada penderita yang terinfeksi DBD juga akan tampak bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah di kulit (bintik merah tidak akan menghilang setelah kulit diregangkan). Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai gejala utama DBD.

1. Demam

  • Demam tinggi timbul mendadak dan terjadi sepanjang hari selama 3 – 7 hari.
  • Turunnya demam menandai fase kritis dan biasanya terjadi setelah hari ke-3 hingga 6. Pada fase kritis dapat terjadi syok/renjatan.

2. Tanda Pendarahan

  • Jenis pendarahan yang biasa terjadi pada pasien DBD adalah pendarahan kulit, antara lain petekie, purpura, ekimosis, dan pendarahan konjungtiva.
  • Untuk membedakan petekie dengan bekas gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan cara menekan bintik merah yang dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau dengan meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat kulit ditekan/diregangkan maka bintik tersebut bukan petekie.
  • Dugaan keras terhadap DBD dapat diperoleh dari hasil uji tourniquet dimana terdapat lebih dari 10 petekie pada area sekitar 1 inci persegi (2,8 cm x 2,8 cm) di lengan bawah bagian depan, termasuk pada lipatan siku.

3. Hepatomegali/Pembesaran Hati

  • Pembesaran hati pada umumnya ditemukan pada permulaan penyakit dan dapat diraba sekitar 2 – 4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan procesus xifoideus.
  • Nyeri tekan pada hipokondrium kanan akan lebih tampak jelas pada anak besar daripada anak kecil.

4. Shock/Renjatan

  • Kulit teraba dingin dan lembab, khususnya pada bagian ujung hirung, jari tangan, dan jari kaki
  • Gelisah
  • Sianosis di sekitar mulut
  • Nadi cepat, lemah, kecil hingga tidak teraba
  • Perbedaan tekanan nadi sistolik dan diastolik menurun ≤ 20 mmHg


Apa yang harus dilakukan jika ditemukan orang sakit dengan gejala awal DBD?

  • Tirah baring selama demam
  • Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa, 10 – 15 mg/ kgBB/kali untuk anak-anak. Pasien tidak boleh diberikan asetosal, salisilat, dan ibuprofen karena dapat menyebabkan nyeri pada ulu hati akibat gastritis atau pendarahan.
  • Kompres hangat
  • Minum banyak (1 – 2 liter/hari), pasien dapat meminum seluruh cairan berkalori kecuali carian berwarna cokelat dan merah (susu cokelat dan sirup merah)
  • Jika terjadi kejang, jaga agar lidah pasien tidak tergigit, melonggarkan pakaian pasien, dan tidak memberikan apapun melalui mulut pasien selama kejang
  • Jika dalam 2 – 3 hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya gejala dan tanda lanjut seperti pendarahan di kulit, muntah-muntah, gelisah, dan mimisan, pasien sebaiknya segera dibawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan untuk mendapat pemeriksaan dan pertolongan lebih lanjut.


Cara Pencegahan DBD

Vaksin untuk pencegahan terhadap infeksi virus dan obat untuk penyakit DB/DBD belum ada dan masih dalam proses penelitian, sehingga pengendaliannya terutama ditujukan untuk memutus rantai penularan, yaitu dengan pengendalian vektornya. Pengendalian vektor DBD di hampir di semua negara dan daerah endemis tidak tepat sasaran, tidak berkesinambungan dan belum mampu memutus rantai penularan. Hal ini disebabkan metode yang diterapkan belum mengacu kepada data/informasi tentang vektor, disamping itu masih mengandalkan kepada penggunaan insektisida dengan cara penyemprotan dan larvasidasi.

1. Melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

  • Menguras dan menyikat dinding tempat penampungan air (contoh: bak mandi dan drum) minimal seminggu sekali
  • Menutup rapat tempat penampungan air (contoh: tempayan, tangki air, drum)
  • Menyingkirkan/mendaur ulang barang bekas yang dapat menampung air hujan

2. Pemberantasan jentik nyamuk

  • Menekan kepadatan nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik, seperti ikan kepala timah, nila merah, gupi, dan mujair
  • Memberikan obat pembunuh jentik (larvasida) sesuai aturan, di tempat-tempat yang sulit dikuras atau daerah yang sulit air

3. Menghindari gigitan nyamuk

  • Tidur menggunakan kelambu anti nyamuk
  • Menggunakan obat anti nyamuk
  • Memakai obat oles anti nyamuk
  • Memasang kawat kassa di setiap ventilasi

4. Cara lainnya

  • Tidak menggantung pakaian dalam maupun luar kamar
  • Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
  • Mengganti air vas bunga dan minuman hewan peliharaan seminggu sekali


Referensi

  • Kementerian Kesehatan RI. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue.
  • Kementerian Kesehatan RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi, Vol. 2.
  • Leaflet Cegah DBD dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI tahun 2012

Jumat, 02 Agustus 2013

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H

Kami segenap tim Proyek "Kajian Kerentanan Kesehatan Akibat Perubahan Iklim: Penilaian, Pemetaan, dan Adaptasi Berbasis Masyarakat pada Demam Berdarah Dengue dan Malaria" mengucapkan:

Selamat hari raya Idul Fitri 1434 H!

Mohon maaf lahir dan batin.

Jumat, 19 Juli 2013

Lokakarya "Pengembangan Metode dan Instrumen Penelitian Kerentanan Perubahan Iklim" di Provinsi Bali

Kegiatan Lokakarya I berjudul "Pengembangan Metode dan Instrumen Penelitian Kerentanan Perubahan Iklim" di Provinsi Bali diselenggarakan pada tanggal 4-5 Juli 2013 bertempat di Grand Istana Rama Hotel. Acara tersebut dihadiri oleh BBTKL Surabaya, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, perwakilan dari tiga stasiun BMKG, staf Dinas Kesehatan di tingkat kabupaten/kota, dan peserta dari Puskesmas.

Kegiatan lokakarya pada hari pertama diisi dengan presentasi dari Dinas Kesehatan, Badan Pusat Statistik, dan stasiun BMKG untuk membahas kondisi fisik wilayah, sosial demografi, infrastruktur, kesehatan, dan vektor penyakit dari Provinsi Bali. Stasiun BMKG yang berpartisipasi dalam acara lokakarya meliputi Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, Bali; Stasiun Meteorologi Kelas I Ngurah Rai, Kab. Badung; dan Stasiun Klimatologi Kelas II Negara, Kab. Jembrana.

Sementara itu, sama seperti lokakarya yang diselenggarakan di Provinsi Sumatera Barat dan DKI Jakarta sebelumnya, lokakarya pada hari kedua diisi dengan kegiatan pemetaan oleh masing-masing perwakilan Puskesmas mengenai kasus penderita DBD dan Malaria serta diskusi mengenai data kesehatan. Sesi pemetaan dilakukan dengan cara penitikan kasus DBD dan Malaria sesuai dengan alamat penderita pada peta yang telah disediakan oleh panitia.

Berikut adalah dokumentasi kegiatan Lokakarya I di Provinsi Bali.

Kegiatan Lokakarya I Pengembangan Metoda dan Instrumen Riset Kerentanan Perubahan Iklim yang dibuka oleh Kabid PP & PL Dinkes Provinsi Bali, dr. Gede Wira Sunetra, MPPM di Grand Istana Rama Hotel, Kuta.

Presentasi metode dan instrumen rencana pengumpulan data kesehatan disampaikan oleh tim peneliti, drg. Sri Tjahjani BU, M.Kes.

Presentasi metode dan instrumen rencana pengumpulan data spasial disampaikan oleh tim peneliti, Bambang Marhaendra, S.Si, ME.

Kegiatan Lokakarya I membahas strategi workshop di 3 kab/kota dan pengembangan instrumen pengumpulan data kasus DBD, malaria, demografi, dan perubahan Iklim dihadiri oleh peserta dari Dinkes Provinsi Bali, Dinkes Kota Denpasar, Dinkes Kabupaten Badung, dan Dinkes Kabupaten Jembrana.

Presentasi data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Indra Susilo, BP. Sp., MM, mengenai jumlah penduduk, kepadatan penduduk, tingkatan pendidikan, usia penduduk, jenis pekerjaan, jenis kelamin, dan kesejahteraan.

Presentasi data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, I Wayan Nurja, SKM mengenai sarana dan prasarana kesehatan, trend kasus DBD/malaria, dan data API Bali.

Presentasi data 30 tahun dari Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, Stasiun Meteorologi Kelas I Ngurah Rai Badung, dan Stasiun Klimatologi Kelas II Negara Jembrana masing-masing oleh I Nyoman Gede Wiryajaya, STP, I, Desindra Deddy Kurniawan, SP, dan Wakodim, SP.

Dok.: tim RCCC-UI

Kamis, 18 Juli 2013

Lokakarya “Input dan Analisis Data Kasus DBD, Malaria, dan Perubahan Iklim” di Prov. Sumatera Barat

Pada tanggal 21-22 Juni 2013, tim Proyek “Kajian Kerentanan Kesehatan Akibat Perubahan Iklim: Penilaian, Pemetaan, dan Adaptasi Berbasis Masyarakat pada Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Malaria” menyelenggarakan kegiatan lokakarya “Input dan Analisis Data Kasus DBD, Malaria, dan Perubahan Iklim” di The Axana Hotel, Padang, Provinsi Sumatera Barat. Kegiatan lokakarya ini (selanjutnya disebut sebagai Lokakarya II) merupakan kelanjutan dari kegiatan Lokakarya I. Peserta kegiatan Lokakarya II memiliki lingkup yang lebih kecil dari kegiatan Lokakarya I, meliputi Kabid PP dan Bencana Dinkes Provinsi Sumatera Barat dan perwakilan Dinas Kesehatan di tingkat kabupaten/kota, tepatnya dari Bidang Surveillance dan Penyehatan Lingkungan. Kabupaten/kota yang berpartisipasi dalam acara ini, antara lain Kota Padang, Kab. Padang Pariaman, Kota Padang Panjang, dan Kota Bukittinggi.

Penyelenggaraan kegiatan Lokakarya II bertujuan untuk meningkatkan kapasitas peserta lokakarya, khususnya di tingkat kabupaten/kota, dalam hal pengolahan dan analisis data DBD dan Malaria di Provinsi Sumatera Barat. Melalui kegiatan ini, peserta juga diharapkan memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan hasil analisis tersebut untuk menentukan daerah prioritas dan menyusun program yang akan dilakukan di kabupaten/kota masing-masing.

Kegiatan Lokakarya II berisi tutorial dan pelatihan manajemen dan analisis data menggunakan data kesehatan dan spasial lokal. Data spasial diperoleh dari hasil Lokakarya 1 yang membahas tentang metode dan proses pengumpulan data yang akurat dan sensitif dalam melakukan pemetaan kerentanan wilayah dan penduduk dari risiko DBD dan Malaria. Metode yang digunakan pada pengolahan data kesehatan, yaitu dengan sistem data sheet yang diolah dengan program statistik sederhana.

Acara lokakarya pada hari pertama diisi dengan presentasi modul manajemen data kesehatan dan data spasial oleh tim pusat. Setelah presentasi, peserta diminta langsung mempraktekkan isi modul dengan dipandu oleh tim pusat. Setelah peserta memahami langkah-langkah pengolahan data, peserta kemudian diharuskan melanjutkan analisis data berdasarkan kabupaten/kota masing-masing. Hasil diskusi tersebut dipersiapkan untuk presentasi pada acara lokakarya hari kedua.

Lokakarya hari kedua diawali dengan lanjutan diskusi dan persiapan presentasi hasil pengolahan data. Masing-masing kelompok kabupaten/kota selanjutnya mempresentasikan hasil diskusi mereka di hadapan tim pusat dan peserta lainnya. Sesi presentasi juga diselingi dengan diskusi dan tanya jawab mengenai interpretasi data.

Kegiatan Lokakarya II Input dan Analisis Data Kasus DBD, Malaria, dan Perubahan Iklim yang dibuka oleh Kabid PP & Bencana Dinkes Provinsi Sumatera Barat, DR. dr. Irene, MKM di The Axana Hotel, Padang.

Presentasi teknik pengolahan data kesehatan berupa data kasus DBD, malaria, dan curah hujan dilakukan oleh tim peneliti. Model yang digunakan untuk presentasi dan praktikum pengolahan data merupakan data DBD, Malaria, dan Curah Hujan tahun 2010 Kota Padang.

Kegiatan Lokakarya II berupa praktik pengolahan data kasus DBD, malaria, dan perubahan Iklim dilakukan oleh peserta dari Dinkes Provinsi Sumatera Barat, Dinkes Kabupaten Padang Pariaman, Dinkes Kota Padang, Dinkes Kota Bukittinggi, dan Dinkes Kota Padang Panjang.

Presentasi teknik pengolahan data spasial berupa persebaran kasus DBD dan Malaria, berikut kerentanan wilayah terhadap penyakit tersebut di Provinsi Sumatera Barat. Model yang digunakan dalam presentasi merupakan data kasus DBD, Malaria, dan perubahan iklim kota Padang, Sumatera Barat.

Presentasi dan sesi tanya jawab hasil pengolahan data kasus DBD, Malaria, dan Perubahan Iklim yang dilakukan tim dari Dinkes Kota Padang Panjang

Presentasi dan sesi tanya jawab hasil pengolahan data kasus DBD, Malaria, dan Perubahan Iklim yang dilakukan tim dari Dinkes Kota Bukittinggi

Presentasi dan sesi tanya jawab hasil pengolahan data kasus DBD, Malaria, dan Perubahan Iklim yang dilakukan tim dari Dinkes Kabupaten Padang Pariaman

Presentasi dan sesi tanya jawab hasil pengolahan data kasus DBD, Malaria, dan Perubahan Iklim yang dilakukan tim dari Dinkes Kota Padang

Dok.: tim RCCC-UI

Rabu, 03 Juli 2013

Lokakarya "Pengembangan Metode dan Instrumen Penelitian Kerentanan Perubahan Iklim" di Prov. DKI Jakarta

Kegiatan Lokakarya I di Provinsi DKI Jakarta telah dilaksanakan pada 11–12 Juni 2013 di Hotel Novotel. Secara keseluruhan, pihak yang menghadiri kegiatan ini meliputi tim RCCC-UI, perwakilan tim Kementerian Kesehatan, staf Puskesmas, staf Bagian Penyehatan Lingkungan dan Surveilans di Dinas Kesehatan, dan narasumber dari Dinas Kesehatan Provinsi dan BMKG.

Kegiatan hari pertama diisi dengan presentasi dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan FGD dengan enumerator mengenai wilayah genangan, sumber air, pekerjaan, mobilitas, modifikasi dan aksi lingkungan. Selama FGD, fasilitator memandu tiap pertanyaan dalam kuisioner sehingga para enumerator dapat memberikan jawaban secara tepat.

Sementara itu, kegiatan lokakarya pada hari kedua diisi dengan kegiatan presentasi dari BMKG pusat maupun stasiun BMKG (Cengkareng dan Kemayoran) mengenai kondisi iklim di sekitar wilayah Jakarta. Selanjutnya, acara diisi dengan kegiatan pemetaan kasus DBD dan Malaria oleh masing-masing perwakilan Puskesmas.







Dok.: tim RCCC-UI

Selasa, 18 Juni 2013

Lokakarya "Pengembangan Metode dan Instrumen Penelitian Kerentanan Perubahan Iklim" di Prov. Sumatera Barat

Lokakarya I berjudul "Pengembangan Metode dan Instrumen Penelitian kerentanan Perubahan Iklim" di Padang, Provinsi Sumatera Barat, telah diselenggarakan di Hotel HW pada tanggal 17-18 Mei 2013. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para peserta lokakarya mengenai metode dan proses pengumpulan data yang akurat dan sensitif dalam melakukan pemetaan kerentanan wilayah dan penduduk dari risiko DBD dan Malaria.

Pada hari pertama, kegiatan diisi dengan presentasi dari Bappeda Provinsi Sumatera Barat, Dinas Kependudukan Provinsi Sumatera Barat, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dan dan stasiun BMKG di empat kabupaten/kota (Stasiun Sicincin, Meteorologi Tabing, Geofisika Padang Panjang, dan GAW Kototabang) mengenai kondisi fisik wilayah, sosial demografi, infrastruktur, kesehatan, dan vektor penyakit.

Kegiatan lokakarya pada hari kedua diisi dengan kegiatan pemetaan oleh masing-masing wakil Puskesmas mengenai kasus DBD dan Malaria di wilayahnya masing-masing, serta diskusi mengenai data kesehatan. Variabel-variabel yang didiskusikan tersebut meliputi wilayah genangan, sumber air, pekerjaan, mobilitas, modifikasi dan aksi lingkungan.

Berikut adalah beberapa dokumentasi kegiatan lokakarya tersebut.

Sambutan oleh Dr. Budi Haryanto (Tim Riset RCCC UI), Dr. Irrene, MKM (Perwakilan Dinkes Prov. Sumbar) dan acara dibuka oleh drh. Wilfried H. Purba, MM, M.Kes (Direktur P2PL Kemenkes RI)
Pemaparan materi oleh tim peneliti Universitas Indonesia. Bambang Marhaendra, S.Si, ME (Data Spasial) dan Dr. Ratu Ayu Dewi Sartika, Apt, M.Sc (Data Kesehatan)
Presentasi narasumber mengenai data demografi dan kependudukan oleh Bapak Dasran 
(Pencatatan Sipil Pemerintah Daerah Sumatera Barat)
Presentasi narasumber mengenai data iklim oleh Bapak Herizal 
(Stasiun GAW Kota Bukittinggi)
Presentasi narasumber mengenai data kesehatan oleh Dr. Irrene, MKM 
(Dinkes Prov. Sumatera Barat)
Presentasi narasumber mengenai data iklim oleh Bapak Budi Iman 
(Stasiun Meteorologi Tabing Padang)
Suasana pemetaan kasus DBD dan Malaria pada kegiatan lokakarya hari kedua (1)
Suasana pemetaan kasus DBD dan Malaria pada kegiatan lokakarya hari kedua (2)

Dok.: tim RCCC-UI

Rabu, 15 Mei 2013

Tips Ramah Lingkungan


Di zaman yang penuh dengan kesibukan ini kadang kita kurang memperhatikan apa yang ada disekitar kita, seperti kepedulian terhadap lingkungan. Berikut ini adalah tips yang bisa anda lakukan untuk mengurangi kerusakan pada lingkungan kita.

  1. Minimalisirkan suhu AC. Hindari penggunaan suhu maksimal. Gunakan AC pada  tingkatan sampai kita merasa cukup nyaman saja. Dan cegah kebocoran dari ruangan ber-AC anda. Jangan biarkan ada celah yang terbuka jika anda sedang menggunakan AC anda karena hal tersebut akan membuat AC bekerja lebih keras untuk mendinginkan ruangan anda. Pada akhirnya hal ini akan menghemat tagihan listrik anda.
  2. Gunakan timer untuk menghindari lupa mematikan AC. Gunakan timer sesuai dengan kebiasaan anda. Misalnya jam kantor anda adalah pukul 8.00 sampai 17.00. set timer AC anda sesuai dengan jam kantor tersebut. Dengan begitu tidak ada lagi insiden lupa mematikan AC hingga keesokan harinya.
  3. Gunakan pemanas air tenaga surya. Meskipun lebih mahal, dalam jangka panjang hal ini akan menghemat tagihan listrik anda. (Bahkan saat ini sudah ada penerang jalan dengan tenaga surya).
  4. Matikan lampu tidak terpakai dan jangan tinggalkan air menetes. Selain menghemat energi dan air bersih, ini akan menghemat banyak tagihan anda.
  5. Gunakan lampu hemat energi. Meskipun lebih mahal, rata-rata mereka lebih kuat 8 kali dan lebih hemat hingga 80% dari lampu pijar biasa.
  6. Maksimalkan pencahayaan dari alam. Gunakan warna terang  ditembok, gunakan genteng  kaca diplafon, maksimalkan pencahayaan melalui jendela.
  7. Hindari posisi stand by pada elektronik anda. Jika semua peralatan rumah tangga kita akan mengurangi emisi CO2 yang luar biasa dari penghematan energi listrik. Gunakan colokan lampu yang ada tombol on-off-nya, atau cabut kabel dari sumber listriknya.
  8. Jika pengisian ulang baterai anda sudah penuh, segera cabut. Telepon genggam, pencukur elektrik, sikat gigi elektrik, kamera, dll. Jika sudah penuh segera cabut.
  9. Kurangi waktu dalam membuka lemari es anda. Untuk setiap menit anda membuka pintu lemari es, akan diperlukan 3 menit full energi untuk mengembalikan suhu kulkas ke suhu yang diinginkan. 
  10. Jangan membeli bunga potong. Jika daerah anda bukan penghasil bunga hias, maka bisa dipastikan bunga itu dikirim dari tempat lain. Hal ini akan menghasilkan “jejak karbon” yang besar.
  11. Potong makanan dalam ukuran yang lebih kecil. Ukuran potongan yang lebih kecil akan menggunakan energi lebih sedikit untuk memasaknya.
  12. Gunakan air dingin untuk mencuci dan cucilah dalam jumlah banyak. Jika anda memiliki keluarga kecil, tidaklah perlu setiap hari mencuci. Kumpulkanlah sampai kapasitas mesin cuci anda terpenuhi, hal ini akan menghemat air, mengurangi pemakaian listrik dan juga mengurangi pencemaran akibat deterjen anda.
  13. Gunakan deterjen dan pembersih ramah lingkungan. saat ini mungkin harganya memang lebih mahal. Tetapi bila anda mampu, lakukanlah demi masa depan anak cucu kita.
  14. Gunakan ulang perabotan rumah anda. Jika anda sudah bosan dengan perabotan anda, anda bisa melakukan obral garasi rumah, berikan kepada orang lain atau bawa ke pengrajin untuk dimodifikasi sesuai keinginan.
  15. Donasikan mainan yang sudah tidak dipakai.
  16. Jika menggunakan deodorant atau produk-produk semprot lainnya, jangan menggunakan aerosol. Pilihan spray dengan kemasan botol kaca akan lebih baik. Aerosol juga penyumbang besar dalam pencemaran udara.


Sumber:
Media Komunikasi Lingkungan (Serasi)

Rabu, 08 Mei 2013

Sekilas Penyakit Malaria

Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (Plasmodium sp.) yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. Penyakit malaria dapat menyerang semua kalangan, baik pria maupun wanita, dan pada semua golongan umur, dari bayi hingga dewasa. Diperkirakan 45% penduduk Indonesia berisiko tertular malaria. Kematian karena malaria dapat mempengaruhi tingginya kematian bayi, anak balita, dan ibu hamil dan menurunkan produktivitas sumber daya manusia.

Di Indonesia terdapat 424 kabupaten endemis malaria dari total 497 kabupaten yang ada. Berdasarkan Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (2011), annual parasite index (API) yang merupakan indikator angka kejadian malaria menurun dari 2,47 per 1000 penduduk pada tahun 2008 menjadi 1,85 per 1000 penduduk pada tahun 2009. Bila dilihat per provinsi dari tahun 2008 – 2009, provinsi dengan API tertinggi adalah Papua Barat, NTT, dan Papua. Secara umum, pada tahun 2008 – 2009 Indonesia memiliki 12 provinsi dengan API yang berada di atas angka API nasional. Di sisi lain, menurut data statistik rumah sakit, angka kematian (case fatality rate; CFR) penderita yang disebabkan malaria untuk semua kelompok umur menurun drastis dari tahun 2004 ke tahun 2006 (dari 10,61% menjadi 1,34%). Namun dari tahun 2006 sampai tahun 2009, CFR cenderung meningkat hingga lebih dua kali lipat.


Penyebab Malaria

Penyakit malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. Berdasarkan konfirmasi vektor di Indonesia yang telah dilakukan sejak tahun 1919 hingga tahun 2009, terdapat 25 spesies Anopheles sp. yang ditemukan positif membawa parasit malaria. Menurut tempat berkembang biaknya, vektor malaria dapat dikelompokkan ke dalam tiga tipe, yaitu nyamuk yang berkembang biak di persawahan, perbukitan/hutan, dan pantai/aliran sungai.

Nyamuk Anopheles vagus
Sumber: http://www.fehd.gov.hk/english/safefood/photo_page2/Culicidae/Anopheles%20vagus.html

Ke-25 jenis vektor tersebut memiliki waktu aktivitas menggigit yang berbeda. Hingga saat ini, waktu menggigit yang telah diketahui yaitu pukul 17.00-18.00, sebelum pukul 24.00 (20.00-23.00), dan setelah pukul 24.00 (00.00-4.00). Vektor malaria dengan waktu aktivitas menggigit pukul 17.00-18.00 adalah An. tesselatus; sebelum jam 24.00 adalah An. aconitus, An. annullaris, An. barbirostris, An. kochi, An. sinensis, An.vagus; dan vektor yang menggigit setelah pukul 24.00 adalah An. farauti, An. koliensis, An. leucosphyrosis, An. unctullatus.

Selain itu, di Indonesia terdapat beberapa jenis plasmodium yang merupakan parasit penyebab malaria, meliputi Plasmodium falsifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale, dan jenis campuran. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan bahwa Plasmodium falsifarum menyebabkan 86,4% kasus malaria, Plasmodium vivax sebanyak 6,9%, dan spesies lainnya berkontribusi sebesar 6,7%.


Mekanisme Penularan Malaria

Jika terdapat nyamuk Anopheles sp. yang menggigit penderita malaria, maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita. Dalam tubuh nyamuk, parasit tersebut berkembang biak. Setelah 7 – 14 hari, apabila nyamuk tersebut menggigit orang sehat maka parasit akan ditularkan kepada orang sehat tersebut. Di dalam tubuh manusia, parasit akan berkembang biak dan menyerang sel-sel darah merah. Gejala penyakit malaria baru akan ditunjukkan oleh penderita dalam kurun waktu kurang lebih 12 hari sejak penderita digigit.

Siklus transmisi malaria
Dimodifikasi dari: http://bepast.org/dataman.pl?c=lib&dir=docs/photos/malaria/


Gejala Malaria

Gejala Malaria Ringan

  • Demam menggigil secara berkala dan biasanya disertai sakit kepala
  • Pucat karena kurang darah
  • Kadang-kadang dimulai dengan badan terasa lemah, mual/muntah, dan nafsu makan rendah
  • Gejala spesifik daerah, misalnya pada anak-anak disertai dengan diare

Gejala Malaria Berat

  • Kejang-kejang
  • Kehilangan kesadaran (mengigau, bicara salah, tidur terus menerus, menjadi lebih diam, perubahan tingkah laku)
  • Kuning pada mata
  • Panas tinggi
  • Kencing berwarna teh tua
  • Nafas cepat
  • Muntah secara terus menerus
  • Pingsan hingga koma


Akibat Penyakit Malaria

  1. Penderita mengalami kekurangan darah (anemia) karena sel darah merah hancur dirusak oleh parasit dan berakibat:
    • Daya tahan tubuh menuruh hingga mudah terinfeksi penyakit lain
    • Daya kerja menurun
    • Pertumbuhan otak pada anak-anak dapat terhambat, terutama pada masa dalam kandungan hingga usia balita
    • Anak sekolah sering tidak masuk dan sulit menangkap pelajaran
  2. Pada ibu hamil dapat menyebabkan:
    • Bayi lahir mati
    • Bayi lahir dengan berat badan rendah
    • Bayi anemia
    • Ibu hamil meninggal 
  3. Pembuluh darah otah tersumbat menyebabkan:
    •  Kejang-kejang
    • Kehilangan kesadaran
    • Pingsan hingga koma
    • Hilang ingatan
    • Meninggal bila tidak segera diobati


Cara Pencegahan Malaria

1. Menghindari gigitan nyamuk

  • Tidur menggunakan kelambu anti nyamuk yang tahan 2 hingga 5 tahun, dapat dicuci hingga 20 kali
  • Menggunakan obat anti nyamuk
  • Memakai obat oles anti nyamuk
  • Memasang kawat kassa di setiap ventilasi
  • Tidak berada di luar rumah pada malam hari
  • Jika keluar rumah sebaiknya menggunakan pakaian yang tertutup (menggunakan baju lengan panjang) atau menggunakan obat anti nyamuk oles (repellent)

2. Pengobatan pencegahan

Dua hari sebelum berangkat ke darah malaria meminum obat doksisiklin 1x1 kapsul/hari hingga 2 minggu setelah keluar dari lokasi tersebut

3. Membersihkan lingkungan

  • Membersihkan lingkungan
  • Menimbun genangan air
  • Membersihkan lumut
  • Mengalirkan air yang tergenang

4. Menebarkan ikan pemakan jentik

Menekan kepadatan nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik, seperti ikan kepala timah, nila merah, gupi, dan mujair.

Ikan pemakan jentik: ikan gupi (kiri) dan nila merah (kanan)
Sumber: http://cintabahari.com/ikan-cereguppy-dapat-menghilangkan-jentik-nyamuk (kiri)
http://jakartacity.olx.co.id/ikan-nila-merah-hidup-iid-448301197 (kanan)


Cara Pengobatan Malaria

  • Pengobatan diberikan setelah penderita dinyatakan positif malaria dengan pemeriksaan laboratorium (mikroskopis) maupun Rapid Diagnostic Test (RDP) di tempat pelayanan kesehatan
  • Obat yang digunakan adalah Artemisinin-based Combination Therapy (ACT)
  • Obat diminum setelah makan (perut tidak kosong) sampai habis selama tiga hari sesuai dengan takaran
  • Apabila obat telah diminum sampai habis tetapi belum sembuh, penderita sebaiknya segera mendatangi Puskesmas


Tempat Pengobatan

  • Pos malaria desa (Posmaldes) atau Pos kesehatan desa (Poskesdes)
  • Petugas kesehatan setempat
  • Puskesmas pembantu
  • Puskesmas
  • Rumah sakit


Dikutip dengan perubahan dari:

  • Kementerian Kesehatan RI. 2011. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, edisi Triwulan I tahun 2011.
  • Brosur Kenali dan Berantas Malaria, dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI