Kamis, 17 Oktober 2013

Sekilas Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang pada umumnya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. DBD dapat menyerang berbagai kalangan, tetapi biasanya DBD pada anak-anak menunjukkan gejala yang lebih ringan dibandingkan dengan DBD pada orang dewasa. Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi, perdarahan dan dapat menimbulkan renjatan (shock) dan kematian.

Sejak pertama kali ditemukannya DBD di Indonesia pada tahun 1968 di Surabaya, penyakit ini terus mengalami peningkatan kasus dan perluasan wilayah penyebaran. Pada tahun 1968 wilayah endemis DBD hanya 2 provinsi dan 2 kota, lalu pada tahun 2009 meningkat menjadi 32 provinsi dan 382 kab./kota. Jumlah kasus DBD pada tahun 1968 yang tercatat sebesar 58 kasus selanjutnya mengalami peningkatan yang cukup drastis mencapai 158.912 kasus pada tahun 2009.


Gambar 1. Angka insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun 1968–2009
(Sumber gambar: Ditjen PP dan PL Depkes RI [2009] dalam Kementerian Kesehatan [2010])
Beberapa penyebab meningkatnya kasus tersebut antara lain pesatnya tingkat urbanisasi sehingga menyebabkan bertambahnya kepadatan penduduk di wilayah perkotaan, kurangnya sistem pengendalian nyamuk yang efektif, dan melemahnya struktur kesehatan masyarakat. Perubahan iklim global juga ditengarai sebagai penyebab meningkatnya risiko penularan DBD karena perubahan iklim dapat menyebabkan perubahan bionomik vektor DBD, misalnya perubahan pada perilaku menggigit nyamuk dan memendeknya siklus hidup nyamuk dari telur hingga dewasa. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan peningkatan indeks curah hujan (ICH) selalu diikuti dengan peningkatan kasus DBD di beberapa provinsi di Indonesia.


Penyebab DBD

Virus Dengue

Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes sp. yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue tersebut memiliki empat jenis serotipe, yaitu Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Keempat serotipe virus Dengue dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Gambar 2. Struktur virus Dengue
(Sumber gambar: Kementerian Kesehatan RI, 2011)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Den-3 berkaitan erat dengan kasus DBD berat di Indonesia dan serotipe ini memiliki sebaran yang paling luas di antara ketiga serotipe lainnya, diikuti oleh Den-2, Den-1, dan Den-4. Infeksi dari salah satu serotipe virus Dengue pada manusia dapat menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut, tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap serotipe lainnya sehingga dapat terjadi infeksi lagi oleh serotipe lainnya.

Vektor DBD

Gambar 3. Nyamuk Aedes aegypti (kiri atas), jentik Aedes aegypti (kanan atas),dan daur hidup Aedes aegypti
(Sumber gambar: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/3e/Aedes_aegypti_feeding.jpg dan http://medent.usyd.edu.au/photos/pupa_larvae.jpg )
Vektor utama DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (Gambar 3), sementara Aedes albopictus merupakan vektor sekundernya. Nyamuk ini dapat ditemukan di seluruh wilayah Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Kedua jenis nyamuk tersebut merupakan tipe nyamuk pemukiman dengan habitat perkembangbiakan di air bersih (relatif jernih). Jentik nyamuk Ae. aegypti banyak ditemukan di penampungan air buatan di dalam rumah, seperti bak mandi, ember, vas bunga, dan kaleng bekas, meskipun jentik juga dapat ditemukan di luar rumah di wilayah perkotaan. Sementara itu, tempat perkembangbiakan Ae. albopictus pada umumnya adalah penampungan air alami di luar rumah, seperti lubang pohon dan potongan bambu, yang banyak ditemukan di wilayah pinggiran kota dan pedesaan. Ae. aegypti dan Ae. albopictus dapat menghisap darah hewan dan manusia untuk memenuhi kebutuhan darahnya, tetapi nyamuk tersebut cenderung lebih memilih menghisap darah manusia.


Mekanisme Penularan DBD

Gambar 4. Siklus DBD dari infeksi pada nyamuk hingga infeksi pada manusia
(Sumber: Kementerian Kesehatan RI, 2011)
Penularan DBD dimulai ketika terdapat nyamuk Aedes betina terinfeksi virus karena menghisap darah penderita yang sedang berada dalam fase viremia/demam akut (antara 2 hari sebelum panas hingga 5 hari setelah demam timbul). Selanjutnya nyamuk menjadi infektif setelah 8–12 hari menghisap darah penderita dan akan terus infektif selama hidupnya. Ketika nyamuk menggigit, virus tersebut lalu ditularkan melalui cairan ludah nyamuk kepada orang lain yang belum terinfaksi. Gejala awal penyakit, seperti demam, pusing, nyeri otot, dan hilangnya nafsu makan, akan timbul secara mendadak setelah masa inkubasi di tubuh manusia (sekitar 3 – 4 hari). Apabila penderita digigit oleh nyamuk Aedes pada masa viremia tersebut, nyamuk akan terinfeksi oleh virus dan siklus penularan akan berulang.


Gejala DBD

Gejala awal DBD tidak memiliki suatu tanda spesifik. Namun gejala tersebut dapat berupa panas tinggi tanpa sebab yang jelas dan muncul secara mendadak. Panas tersebut sepanjang hari selama 2–7 hari disertai dengan badan lemah/lesu dan nyeri ulu hati. Pada penderita yang terinfeksi DBD juga akan tampak bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah di kulit (bintik merah tidak akan menghilang setelah kulit diregangkan). Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai gejala utama DBD.

1. Demam

  • Demam tinggi timbul mendadak dan terjadi sepanjang hari selama 3 – 7 hari.
  • Turunnya demam menandai fase kritis dan biasanya terjadi setelah hari ke-3 hingga 6. Pada fase kritis dapat terjadi syok/renjatan.

2. Tanda Pendarahan

  • Jenis pendarahan yang biasa terjadi pada pasien DBD adalah pendarahan kulit, antara lain petekie, purpura, ekimosis, dan pendarahan konjungtiva.
  • Untuk membedakan petekie dengan bekas gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan cara menekan bintik merah yang dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau dengan meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat kulit ditekan/diregangkan maka bintik tersebut bukan petekie.
  • Dugaan keras terhadap DBD dapat diperoleh dari hasil uji tourniquet dimana terdapat lebih dari 10 petekie pada area sekitar 1 inci persegi (2,8 cm x 2,8 cm) di lengan bawah bagian depan, termasuk pada lipatan siku.

3. Hepatomegali/Pembesaran Hati

  • Pembesaran hati pada umumnya ditemukan pada permulaan penyakit dan dapat diraba sekitar 2 – 4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan procesus xifoideus.
  • Nyeri tekan pada hipokondrium kanan akan lebih tampak jelas pada anak besar daripada anak kecil.

4. Shock/Renjatan

  • Kulit teraba dingin dan lembab, khususnya pada bagian ujung hirung, jari tangan, dan jari kaki
  • Gelisah
  • Sianosis di sekitar mulut
  • Nadi cepat, lemah, kecil hingga tidak teraba
  • Perbedaan tekanan nadi sistolik dan diastolik menurun ≤ 20 mmHg


Apa yang harus dilakukan jika ditemukan orang sakit dengan gejala awal DBD?

  • Tirah baring selama demam
  • Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa, 10 – 15 mg/ kgBB/kali untuk anak-anak. Pasien tidak boleh diberikan asetosal, salisilat, dan ibuprofen karena dapat menyebabkan nyeri pada ulu hati akibat gastritis atau pendarahan.
  • Kompres hangat
  • Minum banyak (1 – 2 liter/hari), pasien dapat meminum seluruh cairan berkalori kecuali carian berwarna cokelat dan merah (susu cokelat dan sirup merah)
  • Jika terjadi kejang, jaga agar lidah pasien tidak tergigit, melonggarkan pakaian pasien, dan tidak memberikan apapun melalui mulut pasien selama kejang
  • Jika dalam 2 – 3 hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya gejala dan tanda lanjut seperti pendarahan di kulit, muntah-muntah, gelisah, dan mimisan, pasien sebaiknya segera dibawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan untuk mendapat pemeriksaan dan pertolongan lebih lanjut.


Cara Pencegahan DBD

Vaksin untuk pencegahan terhadap infeksi virus dan obat untuk penyakit DB/DBD belum ada dan masih dalam proses penelitian, sehingga pengendaliannya terutama ditujukan untuk memutus rantai penularan, yaitu dengan pengendalian vektornya. Pengendalian vektor DBD di hampir di semua negara dan daerah endemis tidak tepat sasaran, tidak berkesinambungan dan belum mampu memutus rantai penularan. Hal ini disebabkan metode yang diterapkan belum mengacu kepada data/informasi tentang vektor, disamping itu masih mengandalkan kepada penggunaan insektisida dengan cara penyemprotan dan larvasidasi.

1. Melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

  • Menguras dan menyikat dinding tempat penampungan air (contoh: bak mandi dan drum) minimal seminggu sekali
  • Menutup rapat tempat penampungan air (contoh: tempayan, tangki air, drum)
  • Menyingkirkan/mendaur ulang barang bekas yang dapat menampung air hujan

2. Pemberantasan jentik nyamuk

  • Menekan kepadatan nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik, seperti ikan kepala timah, nila merah, gupi, dan mujair
  • Memberikan obat pembunuh jentik (larvasida) sesuai aturan, di tempat-tempat yang sulit dikuras atau daerah yang sulit air

3. Menghindari gigitan nyamuk

  • Tidur menggunakan kelambu anti nyamuk
  • Menggunakan obat anti nyamuk
  • Memakai obat oles anti nyamuk
  • Memasang kawat kassa di setiap ventilasi

4. Cara lainnya

  • Tidak menggantung pakaian dalam maupun luar kamar
  • Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
  • Mengganti air vas bunga dan minuman hewan peliharaan seminggu sekali


Referensi

  • Kementerian Kesehatan RI. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue.
  • Kementerian Kesehatan RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi, Vol. 2.
  • Leaflet Cegah DBD dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI tahun 2012