Senin, 23 Desember 2013

Pertemuan TWGCC (9-12 Desember 2013)

Pada tanggal 9 – 12 Desember 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerja sama dengan World Health Organization (WHO) dan United Nations Environment Programme (UNEP) menyelenggarakan pertemuan “The Thematic Working Group on Climate Change, Ozone Depletion and Ecosystem Changes of The Regional Forum on Environment And Health In South-East And East Asian Countries (TWGCC)” bertempat di Hotel JW Marriot, Jakarta.

Kegiatan pertemuan TWGCC tersebut bertujuan untuk:
  1. menyampaikan pemutakhiran informasi tentang program da nkegiatan yang sudah dilaksanakan terkait dengan perubahan iklim dan kesehatan;
  2. membahas tentang hasil COP19 yang terkait dengan perubahan iklim dan kesehatan;
  3. melakukan review terhadap rencana kerja TWGCC dan menyusun peta jalan untuk memperkuat kolaborasi regional;
  4. mencari peluang pendanaan utnuk peta jalan yang akan disusun; dan
  5. meningkatkan kegiatan kampanye dan pelatihan bagi negara anggota.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh delegasi (environment and health officers) negara-negara anggota TWGCC, meliputi Brunei Darussalam, Kamboja, Cina, Indonesia, Laos, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Filipina, Republik Korea, Thailand, dan Vietnam; delegasi negara pengamat, meliputi Bangladesh, Bhutan, Kiribati, Nepal, Samoa, Solomon Islands, Timor Leste, dan Vanuatu; duta besar Swiss; pengamat organisasi internasional dan kerjasama bilateral; dan narasumber dari berbagai institusi. Narasumber tersebut antara lain:
  1. Prof. Masahiro Nashizume (Nagasaki University, Jepang);
  2. Prof. Hae-Kwan Cheong (Sungkyunkwan University, Korea);
  3. Dr. Ram Lal Verma (AIT-UNEP Regional Resource Centre for Asia and the Pacific, Thailand);
  4. Dr. Kristie L. Ebi;
  5. Dr. Simon Hales; dan
  6. Prof. Dr. Rizaldi Boer (CCROM, Indonesia).
Kegiatan pada hari pertama diisi dengan presentasi dari negara-negara anggota tentang kondisi perubahan iklim dan upaya yang telah dilakukan dalam melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim yang dihadapi, khususnya terkait dengan bidang lingkungan dan kesehatan. Materi dari narasumber disampaikan secara tersebar dari hari pertama hingga hari ketiga. Pada hari kedua, peserta dari negara anggota maupun negara pengamat melakukan diskusi secara berkelompok tentang fokus prioritas dan tantangan dalam menghadapi perubahan iklim di negara masing-masing. Peserta juga mendiskusikan kebutuhan negara masing-masing terkait dengan adaptasi perubahan iklim untuk sektor kesehatan. Pada hari ketiga, setiap kelompok menyajikan hasil diskusinya untuk saling bertukar informasi. Kegiatan pada hari keempat diisi dengan perumusan rencana kegiatan TWGCC di masa mendatang dan rekomendasi dari pertemuan yang telah dilakukan untuk diinformasikan kepada pemangku kepentingan (pemerintah dan di negara masing-masing.

Berikut adalah rekomendasi dari pertemuan TWGCC pada 9 – 12 Desember 2013 dalam meningkatkan perhatian negara masing-masing terhadap isu perubahan iklim dan dampaknya terhadap kesehatan.
  1. Mengintegrasikan aspek lingkungan dan kesehatan dalam menyusun kebijakan dan program terkait perubahan iklim pada sektor lingkungan dan kesehatan, lalu mengintegrasikannya ke dalam kebijakan, strategi, peraturan, dan strategi adaptasi nasional;
  2. Memberikan dukungan yang diperlukan untuk menjamin implementasi rencana kegiatan TWGCC;
  3. Meningkatkan keterlibatan aspek kesehatan masyarakat dalam proses perubahan iklim pada tingkat nasional, regional, dan internasional dengan cara:
    • mengembangkan strategi adaptasi nasional sektor kesehatan secara komprehensif sesuai dengan prioritas adaptasi jangka menengah dan jangka panjang
    • mempromosikan aspek kesehatan dan melaporkan keuntungan tambahan dari kebijakan dan tindakan mitigasi yang dilakukan pada tingkat nasional kepada UNFCCC;
    • mengajukan kepada UNFCCC untuk mempertimbangkan rekomendasi pertemuan ini dan memasukkannya ke dalam laporan UNFCCC kepada anggota sesuai dengan permintaan anggota pada CoP19 terkait masukan tambahan pada sektor kesehatan di bawah Nairobi Work Programme untuk adaptasi perubahan iklim;
    • meminta representasi dari ahli kesehatan terkait dengan mekanisme dukungan teknis kepada UNFCCC, termasuk Least Developed Countries Expert Group (LEG), untuk melibatkan ahli kesehatan masyarakat yang dimiliki oleh masing-masing anggota;
    • mengajukan kepada Green Climate Fund (GEF) untuk mempertimbangkan kemungkinan pembukaan aliran dana spesifik untuk adaptasi sektor kesehatan;
    • mengajukan kepada focal point dari GEF politis dan operasional di negara masing-masing untuk merekomendasikan GEF dalam menjamin memadainya pembahasan isu kesehatan dalam komunikasi nasional;
  4. Menggalakkan dan meningkatkan kepedulian terhadap hasil temuan WHO Synthesis Report on Climate Change and Health in the West-Pacific Region dan juga laporan dan penelitian terkait lainnya di wilayah Asia Pasifik, khususnya di negara-negara anggota RFEH;
  5. Mengupayakan pencapaian tujuan RFEH terkait penguatan dalam pengaturan kelembagaan dan kerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kesehatan di tingkat nasional, pembentukan atau penguatan lembaga-lembaga bidang kesehatan dan lingkungan, meningkatkan pertukaran pengalaman dan pembelajaran di antara negara-negara anggota, termasuk dalam meningkatkan kajian dampak kesehatan dan lingkungan sebagai instrumen dalam mempertimbangkan dampak kesehatan dari seluruh kebijakan dan program adaptasi dan mitigasi;
  6. Membangun atau memperkuat sistem surveillance kesehatan dan lingkungan sehingga memungkinkan pengukuran dampak kesehatan dan lingkungan yang saling terhubung satu sama lain, serta untuk mengidentifikasi risiko yang mungkin muncul;
  7. Mengevaluasi keuntungan kebijakan mitigasi untuk sektor kesehatan, termasuk keuntungan tambahan yang dapat dicapai dengan cara mengurangi pencemaran udara bersamaan dengan mengurangi emisi gas rumah kaca;
  8. Di samping memperbaiki pelayanan kesehatan, negara anggota juga perlu meningkatkan ketahanan kesehatan dan berkontribusi dalam menghijaukan pelayanan kesehatan dan fasilitasnya denggan cara memperbaiki akses energi dan efisiensi energi, air dan sanitasi, dan manajemen limbah di sektor kesehatan;
  9. Mengembangkan atau memperbarui kerangka kerja operasional pada skala nasional, sub-regional, dan regional dalam membangun sistem kesehatan yang tahan terhadap perubahan iklim sehingga dampak kesehatan dari variabilitas dan perubahan iklim dapat ditangani dengan lebih baik, dan untuk menjamin bahwa sistem kesehatan mampu mengantisipasi, merespon, menangani, memulihkan diri, dan beradaptasi terhadap shock dan stres terkait iklim, termasuk juga dalam menciptakan perbaikan yang berkelanjutan untuk kesehatan masyarakat terlepas dari kondisi iklim yang tidak stabil;
  10. Memberikan dukungan terhadap penguasaan pengetahuan dan manajemen di bidang adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sektor kesehatan, khususnya melalui peningkatan kajian aplikatif di tingkat lokal, sub-regional, dan regional, bersamaan dengan menjamin koordinasi publikasi scientific dan teknis untuk mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan dan prioritas penelitian, serta untuk mendukung pendidikan dan pelatihan pada berbagai level;
  11. Mengajukan kepada kelompok kerja perubahan iklim ASEAN untuk mempertimbangkan dampak kesehatan dari perubahan iklim dan menyelenggarakan pertemuan untuk membahas topik tersebut, termasuk perwakilan dari sektor-sektor yang dapat mempengaruhi kesehatan (antara lain pangan dan pertanian, air, energi, perumahan, dan perencanaan tata kota).
Dari pertemuan TWGCC juga diperoleh rekomendasi untuk WHO, UNEP, dan partner pembangunan lainnya, antara lain sebagai berikut.
  1. Membantu negara-negara anggota RFEH dan negara lainnya di Asia Pasifik untuk berbagi pengalaman, mengembangkan kapasitas, dan membangun mekanisme pemantauan dalam proses memenuhi komitmen yang dibuat pada pertemuan ini, melalui peer review, dalam rangka memberikan masukan kepada UNFCCC dan mengembangkan agenda pasca-2015;
  2. Mendukung implementasi rekomendasi ini, dan meningkatkan upaya advokasi dalam mobilisasi sumber daya dan memperoleh investasi tambahan untuk memperkuat strategi bidang kesehatan dan lingkungan;
  3. Memberikan dukungan teknis dalam penentuan komponen kesehatan dari rencana adaptasi nasional sehingga dapat tersusun rencana yang komprehensif dan dapat mengakomodasi prioritas adaptasi jangka menengah dan jangka panjang, antara lain melalui penerapan kerangka kerja operasional untuk membangun sistem kesehatan yang tahan terhadap iklim, workshop regional, dan penyediaan dukunngan dana tambahan sehingga rencana adaptasi nasional di bidang kesehatan dapat disusun dengan melibatkan juga pemangku kepentingan terkait di tingkat nasional;
  4. Memfasilitasi akses terhadap pendanaan yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan rencana adaptasi nasional bidang kesehatan (Health National Adaptation Plans; H-NAPs) melalui pembuatan repository online dari seluruh H-NAPs dan dokumen teknis terkait di tingkat nasional (contohnya Synthesis Report on Climate Change and Health in the West-Pacific dan penelitian terkait lainnya di wilayah Asia Tenggara).
Tempat pelaksanaan pertemuan TWGCC berikutnya masih dirundingkan oleh negara-negara anggota. Pertemuan tersebut kemungkinan akan dilaksanakan pada tahun 2015.


Kamis, 19 Desember 2013

Turun Salju di Kairo Dampak dari Perubahan Iklim.

Pemanasan global telah membuat penyimpangan iklim yang mulai dirasakan manusia. Kejadian aneh pun terjadi di Kairo. Pasalnya pada 13 Desember lalu, Kairo diselimuti saju akibat badai salju yang terjadi di Timur Tengah.

Cuaca aneh tersebut terjadi karena rendahnya curah hujan, dan suhu musim dingin yang selalu berada di atas titik beku. Salju merupakan suatu fenomena yang sangat tidak umum di Kairo. Kota ini sebenarnya pernah mengalami kejadian serupa pada satu abad yang lalu.

“Ini adalah yang pertama sejak bertahun lamanya,” ungkap Pejabat pusat Meteorlogi Kairo, Ali Abdelazim bahkan sangat terkejut dengan peristiwa tersebut.

Dilansir dari Huffington Post, ternyata tak semua penduduk Mesir senang dan gembira melihat salju yang tak pernah mereka temui sebelumnya. Pasalnya sejumlah pengungsi Suriah diwilayah tersebut harus berhadapan dengan udara yang sangat dingin, tetapi mereka hanya memiliki peralatan yang minim.

Kejadian langka ini ternyata tidak hanya terjadi di Mesir, kejadian ini juga pernah terjadi di Israel. Di tahun 1953 ketika cuaca dan badai ekstrim menghantam Israel, negara ini di terpa salju. Tetapi salju tersebut bukan membawa kegembiraan malah menyebabkan warga Israel harus mengungsi dan meninggalkan rumahnya.

Sumber: Yahoo.com